Puasa tidak hanya dikenal dalam ajaran islam saja, tetapi juga pada agama-agama besar lainnya. Sebagai ritual keagamaan, puasa tidak dilihat sebagai tujuan, melainkan merupakan manifestasi pada Tuhan, yang didalamnya mengandung aspek latihan spritual yang memiliki sarana diluar dirinya. Karena ibadah bukanlah tujauan akhir, maka dalam islam berbagai perintah dan aturan agama itu karen itu dikenal dengan istilah syari’ah.
Istilah lain yang mirip dengan syari’ah ialah tariqah, sabil dan shirat,
Demikianlah, sebagai syariah agama, puasa pun memiliki sarana diluar dirinya. Dalam ibadah puasa, setidaknya terdapat 3 pesan yang melekat.
Pertama, kita diajak untuk menghayati kemahahadiran Tuhan. Betapa kita merasakan kedekatan Tuhan, sehingga dimanapun dan kapanpun kita berada, sanggup menahan diri untuk tidak makan dan minum, meskipun lapar dan haus, semata-mata karena kepasrahan kita kepadaNya, bukan karena siapa pun selain Dia. Sewaktu berpuasa, kalau saja mau, kita yakin sekali, betapa mudahnya menipu orang lain dengan cara berpura-pura puasa, tetapi kita yakin, Tuhan tidak mungkin bisa dikelabuhi.
Kedua, dengan kesanggupan menunda kenikmatan jasmani yang bersifat sementara atau sesaaat. Sesungguhnya kita tengah melakukan investasi kenikmatan yang lebih agung dan sejati di hari depan. Dalam bentuknya yang amat sederhana adalah kenikmatan diwaktu berbuka puasa.
Ketiga, disamping puasa mengajarkan untuk berpandangan hidup kemasa depan (future oriented), puasa juga mengajarkan kita untuk menumbuhkan dan mempertajam kepekaan sosial, yaitu berbagi. Rasa dan berempati dengan derita orang lain. Perintah mengeluarkan zakat-fitrah dipenghujung bulan Ramadhan secara fungsional dan simbolik mencerminkan adanya sasaran sosial yang hendak diraih dengan melakukan ibadah puasa , yaitu sebuah komitmen moral dan keperihatinan sosial untuk mempersempit jurang pemisah antara sikaya dan simiskin.